Teknik dasar pelatihan teater terdiri dari 3 latihan dasar, antara lain:
Olah vokal
Olah vokal merupakan latihan dasar yang
sangat vital dalam pembentukan “jiwa” seorang aktor. Olah vokal ini
dimaksudkan agar seorang aktor dapat memproduksi suara yang memiliki
artikulasi jelas, memiliki kekuatan, bahkan membentuk warna suara.
Pelatihan ini dapat dimulai dengan olah pernafasan, yaitu dengan menarik
nafas dari hidung dan dikeluarkan melalui mulut. Pernafasan yang baik
akan memproduksi vokal yang baik pula. Lakukanlah teknis pernafasan
secara santai dengan posisi tubuh tegak dan konsentrasi baik dengan
menutup mata atau pun dengan terbuka. Langkah kedua, dengan melakukan
teknik pernafasan serupa namun keluarkan nafas dengan vokal atau suara
“aaaaaaa!” sepanjang nafas, lakukan intensif dengan vokal yang lain baik
“i-u-e-o”. Usahakan dengan pernafasan diafragma ( antara dada dan
perut) sehingga suara dibentuk menjadi suara “berat” tidak ringan dan
“cempreng”. Latihan vokal lainnya dapat memproduksi/mengeluarkan suara
a-i-u-e-o dengan “menembak”. Lakukanlah olah vokal ini dengan selalu
menggunakan teknik pernafasan (baik dada, diafragma maupun perut).
Variatifkan teknik vokal ini dengan berbagai macam dinamik, tempo dan
kenyaringan.
Olah tubuh
Olah tubuh merupakan dasar teater agar
pemain memiliki kepekaan rasa natural sehingga tidak kaku saat tampil.
Kepekaan ini juga harus secaara sadar untuk tidak melanggar “hukum
panggung”. Sebuah keharusan dalam hukum panggung bahwa aktor/aktris
tidak boleh membelakangi penonton (kecuali panggung arena) dan wajib
selalu menampilkan wajahnya tanpa tertutupi apa pun, kecuali kepentingan
skenario/naskah. Lakukan pembiasaan ini dengan memulai dari gerakan
tangan, berjalan hingga posisi di atas panggung. Contoh jangan menunjuk
ke arah kiri dengan tangan kanan, namun menggunakan tangan kiri, begitu
pula sebaliknya. Hal ini dilakukan agar lengan pada tangan kanan jika
menunjuk ke arah kiri tidak menutupi wajah dan seakan tubuh membelakangi
penonton. Latihan pada olah tubuh selin mengetahui”hukum panggung” tadi
diantaranya dengan melakukan gerakan layaknya senam tubuh. Namun senam
ini dilakukan dengan menggerakkan tubuh melalui konsentrasi pada musik
dan bebas ekspresif untuk mengekspresikan gerakan tubuhnya. Hal ini
dimaksudkan agar tubuh dibiasakan rileks dengan gerakan natural sehingga
membiasakan tubuh tidak kaku pada saat di atas panggung. Inti utama
dari gerakan tubuh pemain teater adalah timing gerakan sesuai ucapan dan lakukan gerakan natural tanpa kekakuan.
Olah sukma
Olah sukma merupakan teknik dasar yang
membentuk kealamian dan “ketulusan” dalam melakukan peran. Olah sukma
mengambil peranan penting dalam pembentukan seorang pemain karena hal
ini akan memudahkan pemain untuk menelusuri penghayatan peran. Latihan
untuk olah sukma ini adalah berupa latihan mimik wajah dan penghayatan.
Latihan mimik dapat dengan melakukan senam wajah dan makukan ekspresi
wajah marah, sedih, murung, menangis, senang tanpa mengeluarkan suara.
Hal ini dapat dievaluasi dari menatap ekspresi wajah tersebut melalui
cermin. Latihan mimik yang efektif dapat melakukan dengan cara
berpasangan, yaitu dengan cara salah satu pemain diminta diam tanpa
ekspresi dengan menatap wajah rekannya yang berusaha “mengganggu”
konsentrasi dengan cara membentuk mimik wajah yang lucu tanpa suara.
Untuk latihan penghayatan, dapat dengan melakukan “pengalaman imajinasi”
perasaan, Pengalaman imajinasi dapat dibentuk dengan bantuan alat bantu
seperti musik instrumental dan menutupkan mata. Lakukan hal tersebut
dengan rileks serta tetap melakukan olah pernafasan. Bentuk perasaan
dengan berbagai “situasi hati”, baik senang, sedih, marah, bingung serta
berbagai ekspresi lainnya. Selain olah penghayatan, mimik, dalam olah
sukma juga harus menempa mental pemain. Mental pemain ini memerlukan
komitmen tegas dari calaon aktor/aktris untuk “memutuskan urat malunya”.
Latihan mental ini dapat dilakukan dengan bertindak “aneh” dihadapan
orang banyak, namun di dalam diri ditanamkan keyakinan bahwa hal
tersebut merupakan bentuk ekspresi seni. Memang hal ini biasanya jarang
dilakukan secara individu, dan kadang dilakukan secara kolektif sehingga
tidak dikatakan orang gila.